Dugaan, Kegembiraan, dan Senyum

1. Dugaan

Saya selalu berdoa agar diberi kesempatan kedua atau kesekian. Saya tidak suka cuma bertemu sekali dengan orang lain. Saya sering merasa meninggalkan kesan pertama yang buruk di pikiran orang lain.

Dua malam lalu, dua orang kawan di linikala Twitter membuat saya sadar bahwa orang bisa dengan mudah hidup bersama dugaan-dugaan yang didapatkan pada pertemuan pertama. Mereka memilih membicarakan seseorang tanpa mention hanya karena keduanya pernah tidak digubris.

Ternyata orang jauh lebih gampang judge kita pada pandangan pertama ketimbang jatuh cinta pada pandangan pertama. Padahal kita tidak pernah tahu apa yang membuat seseorang bersikap tidak baik pada pertemuan pertama.

Sayang sekali, kita tidak selalu punya pertemuan kedua. Maka, berbaik hatilah, agar orang tidak hidup dengan kesan buruk dari pertemuan pertama. Saya tidak mau membuat orang lain hidup dengan dugaan-dugaan tentang saya hanya karena pada pertemuan pertama saya sedang ditimpa bad mood, misalnya.

Saya juga ingin belajar tidak menarik kesimpulan tentang seseorang dari pertemuan pertama, apalagi jika saya hanya bertemu mereka di dunia maya.

Jika terpaksa saya harus menilai orang lain, setiap saya melakukannya, saya harus berusaha memberi catatan kaki ‘sejauh ini’.

*

2. Kegembiraan

Saya sering tidak mampu menahan diri untuk tidak mengungkapkan kegembiraan saya. Ketika saya mendapatkan sesuatu yang menyenangkan dan patut disyukuri, saya sering menuliskannya di blog atau di akun jejaring sosial saya.

Tetapi, siang ini saya belajar, bahwa mengungkapkan kegembiraan dan rasa syukur ternyata bisa ditanggapi orang lain sebagai bentuk kesombongan.

Tidak, saya tidak takut disangka sombong, angkuh, atau semacam itu. Pelajarannya adalah saya harus lebih berhati-hati dalam menunjukkan kegembiraan. Meskipun kita tidak berniat melakukannya, seringkali cara kita bergembira menyakiti orang lain.

*

3. Senyum

Selalu ada alasan untuk tersenyum, bahkan ketika tertimpa sesuatu yang amat menyakitkan sekalipun. Pada saat saya menangis, saya tersenyum.

Perih atau sakit yang menimpa saya mempertemukan kesedihan dan airmata yang sudah lama saling mencari. Airmata dan kesedihan bagaikan sepasang kekasih yang selalu saling mencari agar bisa mencair. Bagi saya, itu satu alasan sederhana untuk tersenyum.

Kata ibu saya, senyum yang membuat airmata hangat. Bagi saya, itu satu alasan sederhana untuk tersenyum sekali lagi.

Selalu ada alasan untuk tersenyum. Selalu.

2 thoughts on “Dugaan, Kegembiraan, dan Senyum

  1. saya sudah lama mau menulis tentang pertemuan, yang mungkin menjadi pertama dan terakhir. selalu berfikir sama, bawa saya meninggalkan kesan buruk.

    hmm, bagaimana cara menambahkan “catatan kaki” itu ?

Tinggalkan komentar