Malam Lebaran, Tebaran Hujan, Debaran Jantung
SUARA ketukan air hujan di kaca jendela kamar
seperti suara ketikan surat berlembar-lembar
Hujan tak sejahat yang kau duga, katanya.
Oleh hujan padang rumput yang semula berona
tanah menjelma hamparan hijau karpet beledu
Dan rumput-rumput hijau membuat ternak-ternak
riang bukan kepalang dan karenanya berubah gemuk
Dari ternak-ternak gemuk datanglah sempurna
irisan-irisan daging kurban yang segar dan nikmat.
SUARA tebaran air hujan di lempeng seng rumah
seirama suara debara jantungku penuh gelisah
Di sela hujan suara-suara takbir dari surau-surau
bagai puisi yang memanggil dari jauh dengan haru
Puisi haru dari jauh bagai gerbong kereta yang mengantar
kembali wajahmu yang pelan-pelan mengabur dan samar
Dan wajah samara yang dating bertamu di malam lebaran
membuat jantungku tak mampu menampung seluruh debaran.
Makassar, 30/12/06
Sebuah sajak yang Tak Indah
Beginilah akhirnya yang mampu aku tuliskan;
sebuah sajak yang tak indah.
Sebab semua kata yang dulu indah di mata-telinga
telah menyembunyikan dirinya entah di mana
Sementara waktu telah pula mempercepat langkah
seperti diburu bermacam-macam masalah.
Maka lihatlah betapa miskin sajak ini!
Seperti seorang janda yang memaksa anaknya
melupakan sepatu dan tas berisi buku dan pensil
aku mau merelakan diri jadi kadal di jalan raya.
Seperti juga tetangganya yang memenggal kepala
anak-anaknya yang menangis meminta makan.
Maka lihatlah betapa koyak sajak ini!
Persi seperti pakaian para pengemis
yang selalu membuat gadis-gadis
jijik dan tak bisa makan berhari-hari.
Persis sebuah kampung yang berkali-kali
dilindas kaki-kaki bencana.
Beginilah akhirnya yang mampu kutuliskan:
sebuah sajak yang tak indah.
Sebab kalimat sudah tak punya tangan
sejak dilukai oleh poster-poster kampanye
salon gubernur dan presiden.
Sementara air mata tak lagi manjur
menyembuhkan rasa sakit atau luka.
Andai saja sajak ini sedikit lebih indah
akan aku sampirkan pada surat cintaku padamu
–cinta yang padanya seluruh rambut,
gigi dan usiaku rela berguguran.
Makassar, 30/12/06